Skip to content

Perjalanan Keliling Aceh Cuma Rp. 662.500

Terakhir kali saya keliling Aceh sekitar tahun 2013. Kebetulan sekali wakt itu memang sedang ada pekerjaan di Aceh yang memaksa saya untuk mengelilingi Aceh. Akhirnya di tahun ini 2017, saya berkesempatan melakukannya lagi bersama 3 orang teman saya. Sepertinya menarik jika saya share pengalaman singkat keliling Aceh Untuk kawan kawan.

Saya tinggal di Kota Medan, jarak ke Banda Aceh adalah sekitar 602 Km. Menurut Google Maps, dibutuhkan 12 jam perjalanan via darat (kendaraan mobil) dan 5 hari jika kawan kawan mau coba berjalan kaki nonstop.

Kawan Kawan pasti sudah banyak mendengar soal Bus Aceh yang terkenal itu. Sampai – sampai bus – bus rute Medan – Banda Aceh disebut – sebut sebagai bus terindah di Indonesia. Setiap ada keluaran Bus Terbaru, hampir bisa dipastikan salah satunya sudah menungg di pool bus aceh.

Ada beberapa kawan pecinta bus yang biasa menyebut diri bismania, saat menuju banda aceh, mereka sengaja mengambil rute penerbangan ke Medan, lalu melanjutkan via bus dari Medan ke Banda Aceh. sekedar untuk menikmati sajian mewah Bus Aceh.

Kembali soal Keliling Aceh, dinamakan keliling aceh karena memang kami akan mengambil rute mengitari propinsi aceh, berangkat melalui lintas timur (pantai timur sumatera) lalu kembali ke medan melalui jalur barat (pantai barat sumatera).

Dikarenakan perjalanan kali ini menggunakan biaya pribadi, bukan dibiayai pekerjaan, maka saya berinisiatif mencatat besaran pengeluaran selama perjalanan yang bisa jadi referensi jika ada yang ingin mengikuti jejak kami.

Dalam perjalanan kali ini, kami merental mobil avanza, bensin pertalite dan menggunakan 2 supir agar bisa berjalan non stop. Kami perkirakan perjalan membutuhkan waktu 3 hari perjalanan dengan semalam menginap di Meulaboh. Tapi lama perjalan dapat lebih lama jika kawan – kawan ingin menikmati sajian wisata di Banda Aceh dan ditempat – tempat yang dilalui.

Begini Cerita Perjalanan Kami

Kami berangkat dari Medan sekitar pukul 10 malam, direncanakan awalnya berangkat pukul 8 malam (selepas Isya), namun qodarullah, ada sedikit masalah dengan kendaraan. dengan perjalanan ringan, kami tiba di Kota Langsa sekitar pukul 01.30 dinihari. Istirahat sejenak di Langsa. Lalu pukul 02.00 Dinihari kami lanjutkan perjalanan.

Sebagai informasi Medan ke Kota Langsa berjarak 167km dan termasuk kota terbesar di aceh yang paling dekat dengan Medan.

Selepas Langsa kami lanjutkan, targetnya subuh terkejar di Lhokseumawe yang berjarak sekitar 280 km dari Langsa, tapi agaknya tidak tercapai, karena saya yang pegang kemudi saat itu sudah ngantuk berat. Kami tiba di Lhoksukon untuk solat subuh berjamaah.

Langsa – Lhoksukon 250km.

Selanjutnya saya tidur dan terbangun sekitar pukul 07.20 pagi. Kami tiba di Ulee Glee, Pidie Jaya.

Kawan kawan ingat, gempa di Aceh terakhir di Februari 2017 kemarin? Nah, gempa itu terjadi di Pidie Jaya. Masih terlihat bangunan yang nyaris roboh digoncang gempa. Berita soal gempa di Pidie Jaya dapat dilihat di sini.

Sarapan di Ulee Glee, menikmati sajian khas Aceh, Nasi gurih (nasi lemak/ nasi uduk) di tambah sayur buncis kuah santan putih plus kari bebek. untuk kami berempat dan memesan 6 porsi, habis 98ribu rupiah.

Sebagai informasi, harga makanan di Aceh tergolong tinggi jika dibandingkan dengan Medan, apalagi kalau di bandingkan dengan Jawa.

Lhoksukon – Ulee Glee berjarak 70 km

Perjalanan selanjutnya menuju Banda Aceh yang berjarak sekitar 230 km lagi dari Ulee Gle.

Perjalanan darat di Aceh ini sebenarnya tergolong enak, selain jalannya yang mulus dan relatif lurus – lurus saja. Kita baru bertemu jalan berkelok nanti ketika memasuki Aceh Besar melalui daerah yang bernama Seulawah. Seulawah ini adalah salah satu nama gunung yang ada di Aceh Besar. Nama lengkap gunungnya seulawah agam, salah satu gunung api dengan ketinggian sekitar 1800 meter dari permukaan laut.

Selepas jalan berkelok di Seulawah ini, jalanan kembali lurus – lurus lagi. Ohya, kawan kawan jangan bayangkan jalan berkelok di Brastagi atau Kutacane atau Takengon. Jalanan Seulawah sudah tergolong lebar.

Banda Aceh

Seperti kita ketahui bersama, Banda Aceh adalah ibukota Propinsi Aceh, kota terbesar dan pusat pemerintahan. Kota ini berdiri sejak 600 tahun lalu dan menjadi pusat kesultanan Aceh. info lengkapnya dapat kawan kawan lihat di sini.

Pukul 10 pagi kami tiba di rumah teman di Banda Aceh, numpang mandi.

Selanjutnya, kami menikmati beberapa Landmark yang ada di kota Banda Aceh, seperti Masjid Baiturrahman. Saat kami datang, masjid Baiturrahman sedang di renovasi. Halaman masjid yang dulu berupa batako, sekarang ditutupi marmer dan terdapat payung – payung besar seperti di Masjid Nabawi, Madinah.

Selepas Dzuhur menuju museum tsunami, rencananya mau ngopi di tempat kawan, tapi kedai kopinya masih tutup. Beruntungnya di museum tsunami sedang ada festival seduh kopi. Bagi penikmat kopi seperti kami, asyik juga menikmati kopi enak gratisan hehe.

Ohya di dekat lapangan Blang Padang, ada cofeeshop yang kopinya benar – benar enak. Cofeeshop ini tergolong ashabiqunal awwalun. Orang awal yang mengenalkan kopi aceh (gayo) di Banda Aceh.

Sekitar pukul 15.00 kami lanjutkan perjalanan menuju Meulaboh.

Perjalanan menuju Meulaboh, kami melalui daerah – daerah yang dulu rata dengan tanah saat tsunami Aceh 2004 silam.

Banda Aceh – Meulaboh 238 km, sekitar 4 jam perjalanan.

Selepas Kota Banda Aceh, kami menyusuri pantai barat sumatera yang terkenal dengan ombak besar, pantai pasir putih dan air yang biru.

Tak jauh dari kota banda aceh, kami singgah ke pantai Lhoknga. Dulu pantai ini juga jadi saksi dahsyatnya tsunami. Bibir pantai sudah bergeser jauh masuk ke daratan dibandingkan sebelum tsunami.

Di pantai ini kami berhenti sejenak, menikmati semilir angin laut dan deburan ombak yang bergulung berkejaran. Sayangnya, kami tidak mengambil sisi pantai pasir putihnya, kami mengambil sisi pantai karang.

Di sini kami memesan ikan bakar seberat 1 kg, plus nasi dan perlengkapannya. 200 ribuan untuk 1 kg ikan dan 4 paket nasi + jus buah.

Perberhentian kami selanjutnya adalah penatapan Geurutee. Di daerah ini, jalurnya berkelok, menyusuri dinding bukit dan agak sempit. Sebaiknya hati hati.

Foto geuretee bisa kawan kawan lihat di instagram saya

Sepanjang perjalanan dari Banda Aceh hingga Meulaboh, lokasi SPBU ada di kota Calang. Sekitar 150 km dari kota Banda Aceh. Sebaiknya isi Bensin kendaraan anda di Banda Aceh, karena selepas Banda Aceh, bisa dikatakan jalur pantai barat ini sepi penduduk. Cuma memang, jalannya memang mulus dan lurus. Sampai – sampai kalau melalui jalan ini, pejam mata saja aman.

Satu hal yang harus diwaspadai saat melalui jalur ini adalah SAPI.

Kenapa sapi? Di Aceh, ternak tidak di masukkan ke dalam kandang. Mereka dibiarkan bebas lepas dan sering masuk ke jalan raya. Kadang jika malam tiba, sapi – sapi ini tidur di jalanan aspal karena hangat.

Dan di Aceh, jika kita menabrak hewan ternak, kita tidak perlu ganti rugi, bahkan kita dapat menuntut pemilik ternak. Sekali waktu saya pernah menabrak seekor kambing di daerah Calang ini. hehe

Sebagai informasi, ada lobster di calang yang enak…sayang kami sampai sudah malam, jika siang, mungkin bisa menikmati lobster yang dijemput langsung sama bu Susi ke sana.

Bencana tsunami tahun 2004 silam memang disatu sisi memberi beberapa hal positif di Aceh, salah satunya jalanan di Aceh adalah terbaik di Sumatera bahkan di Indonesia.

Meulaboh

Meulaboh adalah kota terbesar di pantai barat Aceh. Saat bencana tsunami silam, meulaboh salah satu daerah terparah bersama calang dan lamno (bahkan kabarnya orang orang bermata biru yang ada di aceh habis tersapu tsunami).

Detail soal Meulaboh, boleh cek di sini.

Kami tiba di meulaboh sekitar pukul 21.00, langsung menuju tempat menginap kami. Kami menginap di markas dakwah yang terbuka untuk umum. Kebetulan sekali, markas dakwah ini berada di depan Masjid Agung Meulaboh. Jadi subuh insyaAllah bisa langsung meluncur ke sana.

Mesjid agung meulaboh
Mesjid agung meulaboh

Selama di Meulaboh kami menelusuri pantai yang dihempas tsunami, salah satunya masjid yang masih berdiri tegak saat tsunami datang. Di foto yang berada di dalam Masjid ditunjukkan sekeliling sudah rata dengan tanah, atas kuasa Allah masjid tetap berdiri.

Menurut cerita teman kami di meulaboh, saat itu tinggi ombak adalah setinggi pohon kelapa. Keluarga iparnya tinggal pas di tepi pantai dis sebelah masjid yang berdiri tegak tadi. Dan atas kuasa Allah mereka sekeluarga selamat.

Anak abang iparnya tersangkut di pucuk pohon kelapa, anak yang lain entah dimana, istrinya pun begitu, tapi alhamdulillah semua selamat dan masih hidup hingga sekarang.

Ini foto masjidnya

 

Masjid tsunami

Bersambung…..

 

Tulisan kedua keliling Aceh

Published inTravelling

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *