Sampai hari ini, penggunaan bahan bangunan dari kayu di beberapa daerah masih menjadi pilihan utama. Terutama daerah yang masih memiliki hutan. Beberapa waktu yang lalu saat berkeliling di daerah Aceh Selatan seperti Singkil dan Subulussalam, masyarakat masih menjadikan kayu sebagai bahan utama bangunan mereka.
Penggunaan kayu sebagai bahan utama bangunan menurut masyarakat di daerah tersebut (Aceh Singkil dan Subulussalam) karena kayu masih memberikan pilihan harga yang lebih murah di sana.
Hal ini tentu berakibat pada keseimbangan alam, produksi kayu dari hutan itu sendiri. Seperti dilansir Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, kerusakan hutan negeri kita sedikitnya 1,1 juta hektar atau sekitar 2 % dari hutan indonesia mengalami penyusutan tiap tahunnya. Data Kementerian Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang.
Memang kerusakan hutan terjadi karena pembukaan lahan untuk pertanian baik skala kecil maupun besar, selain adanya pengambilan kayu hutan untuk dijadikan bahan bangunan dari kayu atau pembuatan produk berbahan dasar kayu.
Kayu memang tergolong sumber daya alam yang dapat diperbaharui, namun proses pembaharuannya memakan waktu bertahun – tahun. Kayu Sengon yang paling cepat, butuh waktu 5 tahun dan sengon tergolong kayu kelas 3. Sedangkan untuk kayu keras membutuhkan waktu hingga 30 tahun untuk mendapatkan hasil yang optimal.