Skip to content

4 Penyebab Kita (Selalu) Gagal Membangun Bisnis

Pertanyaan yang paling sering muncul saat memulai bisnis adalah mengapa begitu banyak yang gagal membangun bisnis dan ‘tutup’ di tahun awal kelahirannya?

Statistik mengatakan bahwa 96 dari 100 bisnis yang dibuka akan tutup di akhir tahun pertama dan hanya 1 yang akan bertahan di akhir tahun ke lima.

Kawan – kawan pasti sering memperhatikan betapa banyak bisnis yang tidak mampu melewat lilin pertamanya. Dan bagi anda yang saat ini masih berjuang melewati tahun pertama, jelas benar – benar merasakan betapa beratnya membangun di awal.

Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya, tapi dalam tulisan kali ini akan sebutkan 4 hal yang paling sering muncul. Bisa dikatakan keempat hal ini adalah pengalaman pribadi saat jatuh bangun dalam bisnis sejak tahun 2009.

[icegram campaigns=”71″]

menghasilkan cash

 

Banyak Menghabiskan Biaya di Awal dan Tidak Memberi Nilai Tambah, bukan Menghasilkan ‘CASH’ Bagi Bisnis.

Saat memulai bisnis, apa mindset yang harus dimunculkan?

Coba tanyakan ini ke diri kita, “Bisnis buat apa?”

Senang – senang? Bakar duit? Ngisi waktu luang? atau Cari Uang?

Dulu sekali saya gak mempertanyakan ini ke diri saya sendiri. Entah untuk apa saya memulai bisnis pertama saya dulu.

Setelah saya menikah, saya baru sadar bahwa bisnis saya harus hidup, agar dapat menghidupi keluarga kecil saya. Sesederhana itu.

Untuk hidup dan menghidupi maka bisnis kita harus menghasilkan, bukan justru malah membuat uang cash kita keluar terus menerus.

Untuk itu, di awal fokuskan semua energi kita untuk menghasilkan penjualan, kejar omzet sebesar – besarnya, dan yang paling penting adalah cashflow lancar. Untung sedikit tak apa, yang penting ada “ujung”.

Dalam bahasa Pak Laksita, bangun pilar – pilar pemasukan yang rutin dan stabil. Karena inilah yang akan jadi penopang bisnis kita. Umur bisnispun dapat dilihat dari pilar – pilar pemasukannya.

Kalaupun kita mengeluarkan “uang” dari bisnis, itu semua bertujuan untuk memperbesar peluang kita menghasilkan penjualan.

Hal yang ditekankan beberapa guru saya adalah kalau kamu bisa maksimalkan metode gratisan, kenapa harus membayar. Sekali lagi ini mindset saat memulai ya, kurangi pengeluaran – pengeluaran besar dan rutin.

Banyak bisnis tutup karena terlalu banyak pengeluaran di awal, sementara pemasukan tidak mampu membiayai pengeluaran yang ada.

low budget high impact

Contoh yang saya dapatkan kemarin saat pulang ke rumah, kebetulan adik saya punya usaha rental PS3. Beberapa bulan lalu saya pulang belum banyak pesaing, bulan Maret kemarin pulang, ternyata pesaing tumbuh subur.

Saya bantu adik saya untuk mengembangkan program penjualan yang dapat meningkatkan atau mempertahankan pelanggan yang ada.

Kami merancang program loyalitas pelanggan. Ada beberapa opsi yang muncul, salah satunya adalah menyediakan wifi gratis di lokasi agar membuat pelanggan betah berlama – lama di lokasi.

Memang bagus dan menarik. Namun saat saya cek biayanya (sekitar Rp 400 ribu/ bulan) masih terlalu besar untuk ukuran usaha adik saya yang masih baru. Cashflownya bakal terguncang hebat kalau program wifi gratis dijalankan.

Saya bantu dia untuk lebih fokus pada metode yang low budget high impact, seperti program yang ada gratis – gratisnya.

Nah, kawan – kawan juga bisa kembangkan rencana pemasaran yang lebih berfokus pada hasil yang besar, namun tetap rendah biaya.

Cuma kalo sudah tumbuh dan secara cashflow mampu membiayai dan setelah dihitung mampu memberikan nilai tambah yang besar, tidak ada salahnya juga menggunakan metode “berbayar” untuk meningkatkan penjualan. Kalo kata mastah – mastah itu disebut scale up.

 

gak fokus dan gak konsisten

 

 

Gak Fokus, Gak konsisten

Mudah melirik tetangga sebelah, entah karena lebih hijau atau gak percaya diri dengan apa yang dijual saat ini. Saya juga seperti itu dulu, saat memulai usaha pertama sekali, produk yang saya hasilkan dan jual adalah susu kedelai.

Saya produksi sebelum subuh, selepas subuh saya pergi ke pasar dan berjualan disana. Omzet pertama saya adalah Rp 3000 sehari. Yup benar, cuma tiga ribu rupiah!

Beberapa pedangan di pasar mengenal saya, seorang sarjana teknik dari sebuah Universitas besar, pulang kampung jualan susu kedelai dan tidak laku!

Bagi sebagian orang, omongan orang di sekeliling kita itu menganggu.

Ya, saya mulai melirik produk – produk lain untuk di jual. Tujuannya satu, makin banyak yang dijual makin besar potensi memambah pendapatan.

Dan saya salah, kawan!

Kalo kamu jual ini sedikit, itu sedikit, ini sedikit, hasilnya bukan lama – lama jadi bukit, tapi benar – benar dapat sedikit.

Yang perlu kita lakukan adalah memulai bisnis yang prospek, bangun pasar, pasar terbentuk, menghasilkan cash besar, bangun sistem, sistem berjalan, lalu kamu bisa garap yang berikutnya. Sebelum tersistem, agaknya harus fokus dulu.

menambah pilar pemasukan

 

Tapi bang, kita harus menambah pilar – pilar pemasukan bagi bisnis kita?

Nah, ini yang jadi pembenaran banyak kawan – kawan pemula. Konsepnya bukan seperti itu. Menambah pilar pemasukan bukan menambah banyak produk secara serampangan.

Konsepnya adalah kita tetap FOKUS pada target pasar yang kita bidik, lalu sediakan kebutuhan dan selesaikan masalah si target pasar.

Contoh, kita membidik pasar biker, maka kita menyediakan “bengkel” lalu setelah bengkel berjalan, kita mulai merambah produk asesoris motor, Jasa cuci kendaraan, salon kendaraan dan lain – lain. Intinya masih tetap fokus pada target pasar, buka serampangan apa aja yang bisa di jual, dijual…

Coba berikan contoh nyata hari ini pengusaha yang PALUGADA dan ia BESAR…hampir gak ada, yang ada adalah mereka fokus ke satu bisnis, besar, tersistem, lalu mulai merambah yang lain.

Atau Fokus pada 1 target pasar, lalu selesaikan semua masalah di ceruk pasar itu.

paham ya?

 

angka dalam bisnis

 

Gak paham Angkanya

Business is about Number

Bicara bisnis tidak akan jauh – jauh dari angka. Membaca bisnis artinya kita akan membaca angka. Kegagalan dalam membangun bisnis bermula dari kegagalan membaca angka – angka yang diberikan bisnis kita.

Nah, sayangnya kebanyakan kita alergi dengan angka. Jadi saat disajikan angka migrain langsung kumat, mual bahkan ada yang sampai muntah – muntah.

Setidaknya ini saya temui di kelas Sadar Uang Bisnis.

Dan kebanyakan angka itu akan berputar di masalah keuangan. Setiap keputusan bisnis yang diambil akan berangkat dari angka yang diberikan oleh bagian keuangan. Walau dalam prakteknya ada unsur keputusan yang didasarkan intuisi, namun titik tolaknya selalu soal keuangan.

Untuk itu, jadi kewajiban setiap orang yang ingin membangun bisnis, belajarlah tentang angkanya. Temukan pola pertumbuhan bisnis dari angka – angka yang ada dalam bisnis kita.

Setidaknya pahami angka – angka dasar dalam bisnis, tentang pendapatan, pengeluaran, laba dan rugi, arus kas dan membaca neraca. Sedikit – sedikit pelajari soal rasio keuangan yang bisa jadi patokan dalam membaca kesehatan bisnis kita.

cocok?

 

mengukur kapasitas diri

 

Gak Ngukur Kemampuan Diri

Teringat pernyataan kawan saat gathering Asosiasi Teknisi Handphone di Takengon kemarin. Kalau kapasitas masih pickup, jangan memaksakan diri mengangkut barang sebanyak colt diesel (truk).

Salah satu kedewasaan seseorang dalam berbisnis adalah ia tahu kapan harus bergerak cepat, kapan bergerak lambat.

Berangkat dari ketidaktahuan soal angka bisnis, lalu ini berimbas pada proses membangun bisnis itu sendiri. Contoh yang paling sederhana adalah keputusan menjadi marketing produk lain atau memproduksi sendiri.

Produksi memang memberi godaan yang luarbiasa. Kita dapat mengembangkan kreatifitas, tidak bergantung pada orang lain, kualitas bisa dijaga, dan  lain – lain.

Namun, ada satuhal yang dilupakan bahwa produksi adalah sesuatu yang njelimet, bikin mumet.

Bagaimana tidak, kawan – kawan akan terjebak pada banyaknya variabel yang harus dikendalikan dan jika masih dikerjakan sendiri, itu akan benar – benar membuat stress. Belum lagi proses marketing yang sama repotnya.

Contoh sederhana variabel yang harus dikendalikan bahan. Jika kita membeli sedikit, maka kita akan mendapatkan harga yang mahal. Jika mengambil banyak kita akan mendapatkan harga yang jauh lebih murah. Namun yang jadi soal selanjutnya kalau mengambil banyak bahan, dimana kita menyimpannya? Bagaimana jika semasa disimpan bahan rusak (terutama produk makanan).

menjaga kualitas pekerjaan

Belum lagi soal karyawan, produk reject (masalah kualitas) dan lain lain. Kesemua variabel ini akan benar – benar menyita perhatian kita di awal dan kadang akan membuat fokus pada penjualan menjadi berkurang.

Saat fokus penjualan terbagi, potensi pendapatan menjadi berkurang, pendapatan berkurang…ah kawan tau sendiri ya.

Itulah mengapa diawal sebaiknya kita fokus pada menghasilkan cash dan menghindari pengeluaran biaya yang besar.

Untuk berproduksi, kita butuh biaya besar, investasi besar di awal dan jika kekuatan modal kita sedikit, bisa dipastikan bisnis akan layu sebelum berkembang.

Tapi, bukan berarti kita tidak boleh memulai dari produksi, cuma pastikan saja modal besar sehingga nafas menjadi panjang, tim yang solid, kesadaran kualitas yang tinggi sehingga produk reject berkurang. Karena saat produk gagal tinggi, ada peluang pendapatan yang hilang.

Dan masih banyak lagi.

Sampai sini paham ya?

Di awal fokus pada meningkatkan pendapatan mengurangi biaya, fokus pada satu target pasar, fokus pada penjualan dan hindari produksi.

Inilah 4 hal yang membuat kita sering gagal dalam membangun bisnis, memulai mungkin bisa, tapi untuk mampu bertahan dan terus tumbuh itu yang sulit. Semoga artikel singkat ini dapat menambah sudut pandang kita sehingga dapat melihat dari banyak sisi dan lebih luas.

Semoga bermanfaat.

Saya Bag Kinantan

Published inBlogging

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *